Thursday, October 21, 2010

Evaporasi

Kemana riak gelombang yang telah menghantar hati ke haluan?
Dimana percik api yang dahulu bertahana di rongga cinta?
Alunan rima yang kerap iringi langkah.
Seberkas cahaya hadir di riuhnya gemuruh benak.
Berpendar menghangatkan bekunya kalbu.
Bak aliran sungai pegunungan..
Menyusuri relung hati, mempersembahkan siratan rasa yang tak pernah ditemui.
Mengapa menguap saat seharusnya mengendap?

Tak hendak kutinggalkan..
Namun tak berharap datang..
Ingin kuteriakkan pada bintang dan semua penghuni langit..
Andai dapat berdiam di alam nyamanku..
Enggan beranjak ke lembar hari yang baru.

Deru nada tak dapat kuhentikan..
Gema bisik hati akrab mencengkeram tiap sudut kalbu..
Nurani terkalahkan gelisah..
Kegaduhan benak menumbangkan asa..
Gamang hati merajai selasar logika..
Makin mendekat.. makin menjerat.
Menyekat tiap helaan nafas.

Redakanlah gemuruh ini..
Tenangkanlah gundah hati..
Hapuskanlah cemas diri..
Bantulah.. karena tak kupunya cara untuknya.

Tak hanya sebentuk cinta..
Tak cukup sejumput dekap..
Namun sebentuk impuls berbalut kasih..
Yang mampu menggerakkan kakiku..
Yang dapat menghidupkan denyut nadiku..
Yang mengendap... disaat dia mulai menguap.

Tuesday, October 19, 2010

Hati Tak Bertuan

Malang nasibmu hai kalbu yang berduka..
Nurani yang ditelantarkan..
Nurani yang diabaikan.
Sanubari yang dibiarkan merakit hidupnya sendiri.
Ketidakadilan dipeliharakan padamu, hati yang nelangsa..
Sang persona berucap, hati tak perlu dijaga.. lepaskan pada predestinasi.
Tak ada elus dan kecup sayang, tidak ada afeksi, bahkan tidak untuk sepatah sapa.
Hati yang tidak diperhitungkan oleh si pemilik raga.

Mencampakkan kalbu yang meregang tangis..
Mengabaikan setiap jerit suara..
Dinding-dinding melepuh.. terserap luka yang merayapi setiap sudut..
Sang pemilik hati bergeming..
Tidak pernah menjadi sebuah prerogatif..
Tidak ada kata: kenyamanan..
Dienyahkan dan dibunuhnya..
Demi kebahagiaan sosok-sosok yang digenggamnyakah?
Demi kebaikan manusia sekitarnyakah? Bukan..
Hanya demi sepenggal keegoisan..
Pengakuan dunia yang diagungkan..
Bukti kekuatan diri yang kerap mencuat, memicu adrenalin untuk mengabulkannya..
Pembuktian diri menjadi prioritas di alam bawah sadarnya..
Kesombongan mengalahkan dirimu hai hati yang nestapa..

Mungkinkah suatu hari kau diraihnya?
Mungkinkah di satu pagi kau direngkuhnya kedalam dekapan?
Untuk dicinta, didengar dan diakui keberadaanmu..
Bahwa dirimu adalah bagian dari raga yang perlu ditoleh..
Bahwa kehadiranmu adalah penyeimbang dunia yang Dia berikan..
Bahwa membunuhmu berarti mengundang kehampaan denyut nadi..
Dan bahwa dirimu beserta otak dan raga adalah perpaduan indah yang perlu diberi porsi cinta yang sama..

Dimanakah pemilikmu hai hati yang terluka?

Saturday, October 16, 2010

Merindu Tepian

Perahu kertas yang mengarungi lautan diiringi dahsyatnya gemuruh ombak.. mustahil untuk menepi di dermaga.
Menggapai sebuah asa nun jauh disana.. merengkuh hidup yang begitu samar dan rentan akan jarak.
Meraup sepenggal nafas yang dibutuhkan untuk menyambung hidup, cukupkah sampai disitu? Belum.
Badai yang kerap datang menghempas dirimu hai perahu kertas, batu-batu karang tajam dan ganas menghantam pertahananmu, petir yang datang hanya untuk menertawai si perahu malang.
Luas lautan tampak tak bertepi.. tak terlihat bayang nyata.. setiap sudut sarat oleh awan pekat.
Entah berapa lama sudah.. hari, pekan, bulan dan tahun kerap kali terlewati.
Tak satupun mendorongmu untuk melaju ke tepi asa.. tak ada apapun yang bersedia membantumu merengkuh makna hidupmu disana.
Hanya dirimu sendiri... sang perahu kertas yang kerap dipandang kecil, rapuh dan tak berarti.

Mereka salah... si perahu kertas punya beribu kekuatan untuk meraih asanya, dia punya berjuta mimpi yang ingin diraih demi merengkuh nafas hidupnya.
Mereka lupa... dibalik sosok yang melintasi laut, tersimpan tekad seluas alam..
Sang perahu kertas tidak sendirian, ada sebuah daya dan kekuatan hebat yang dapat menembus semua badai didepan, ada teman yang tidak pernah berpaling meninggalkannya.. Dia adalah kekuatan yang tak pernah habis, Dia juga sinar yang tak pernah padam.. terus bersama perahu kertas hingga tepian itu mulai nampak... makin jelas dan makin nyata.
Diujung lelah tak bertepi, dibibir lembah dalam tak berdasar, kenyataan yang terus ingin dilalui.. meski dengan gontai, bergerak oleng dan nyaris karam terendam derasnya air yang setiap saat siap melumatnya.
Dia membawa si perahu kertas ke tepian, Dia menyuguhkan asa yang menjadi nyata.

Cinta mengalahkan segala peristiwa, cinta melahirkan sebuah kekuatan, dan dari cinta pula kebahagiaan yang nyaris hilang.. direngkuh kembali.
Dia bersama si perahu kertas... karena cinta.
Perahu kertas mampu berjalan, meski dengan beribu badai... itupun karena cinta.

Kuraih kembali semua yang samar dan jauh..
Kudekap kembali permata hidupku yang tengah beranjak menuju pribadi-pribadi yang utuh..
Setiap butir peluh dan air mata yang menetes... berubah menjadi mutiara..
Kurengkuh buah dari setiap kekuatan yang berangkat..demi tetap menggenggam sebongkah asa.. buah-buah itu kini bertumbuh dengan subur.

Tanganku kini mampu menggenggamnya..
Sosokku kini sanggup merengkuh mereka dalam pelukan..
Nurani yang terus mengumandangkan kasih dan kebaikan untuk mereka, permata hidupku..
Selalu dan selamanya.. memberi yang terbaik yang dimiliki.
Selebihnya... kembali kuberikan padaNya..
Ada porsi yang tak mampu kulakukan... karena itu adalah porsiNya.

Perjalanan ini belum usai... tidak pernah usai hingga usia menutup langkahnya.
Namun apa yang telah diarungi.. kini telah nampak... tepian itu nyata terlihat.
Semakin lama.. semakin jelas keindahan itu di mata hatiku.
Tak akan pernah habis gumam hati dan bibirku untuk rasa syukur padaMu..
Aku mampu... karena Engkau.